Rabu, 11 Maret 2009

Cukup Adelia Seorang (Part 2 of 3)




“Prestasi memang tidak pernah pergi jauh dariku,“ ucap kakak perempuanku dengan semangat tergambar di sela-sela batuknya, ”terutama jika topik pembicaraan kita adalah Adelia.”
Perlu diketahui bahwa ia memang selalu membatasi pembicaraan tentang prestasi hanya pada topik tersebut. Pada topik-topik lain, yang terjadi pada diri kakak perempuanku adalah hal yang sebaliknya, terutama sekali pada topik akademik.

“Apakah lagi setelah berhasil mengundangnya dalam acara ultah perak sekolahku minggu depan? Mengundangnya datang ke rumah kita kah? Wow, Teh! Itukah prestasi Teteh berikutnya?” kusambut berita dari kakak perempuanku dengan segenap hati dan luapan perasaan. Jawaban yang teramat sangat kuharapkan tentu saja adalah: Ya, tentu saja, Ryan. Bla-bla-bla…

Tapi: “Hush! Itu belum saatnya, Ryan. Maksudku, jangan memintanya hal-hal yang bersifat terlalu pribadi dulu. Saat ini dia adalah milik publik, milik ratusan juta orang di seluruuuh Indonesia. Bahkan papa mamanya sendiri juga mungkin kini sudah tidak lagi punya hak untuk meminta, memerintah, apalagi mengaturnya seperti dulu. Nah, untuk bisa meng-cover permintaan dari sebanyak mungkin penggemar, ia harus bijaksana membatasi skala penampilan dan konsernya. Kukira sekarang skala konsernya sudah pada tingkat kota besar, yang berarti, ia tidak memiliki jadwal untuk segala yang berskala di bawah itu – skala kota kecil, apalagi skala sekolah. SMA 5 – sekolahmu, sekolah kita semua – adalah perkecualian dalam hal ini karena bagaimanapun ia salah seorang alumninya. Tapi itu pun sebetulnya lebih karena cocoknya waktu ultah perak sekolahmu dengan jadwal syutingnya di Bandung, di daerah Ciwidey sana. Kalau saja waktu ultah perak sekolahmu maju atau mundur sehari saja, ia pasti akan dengan segala hormat menolak undangan kita semua, karena pada hari itu ia punya jadwal di tempat lain, mungkin konser di Medan atau syuting di Sidney.

Dan sekarang kamu mengharapkan aku mengundangnya datang ke rumah ini?”

Pertanyaan retoris, dan karenanya tidak perlu dijawab.

“Kembali ke pembicaraan awal, jadi apa prestasi Teteh itu ?“ tanyaku balik.

“Setelah kuyakinkan tentang betapa besar manfaat situs pribadi di Internet bagi seorang artis selevelnya, ia pun senang dan setuju. Dan tebak siapa orangnya yang ia percayai untuk menangani proyek pembuatan situs pribadi Adelia Adequate!”

Tidak perlu kukatakan lagi siapa dia, tapi langsung saja kukatakan, “Oh? Bisa Teteh memrogram dan mendisain web?”

Setelah terbersin-bersin beberapa kali, kakak perempuanku berujar, “Adelia hanya tahu aku kuliah di STTTelkom, kampus telekomunikasi dan IT. Ia tidak ingat bahwa bahwa jurusanku adalah TI. Meski begitu, sesungguhnya ia tidak menunjuk orang yang salah, bahkan ia telah menunjuk orang yang tepat. Aku memang tidak tahu menahu tentang pemrograman web, tapi aku bisa meng-organize orang-orang terbaik dalam pemrograman web. Bukankah begitulah saja kerja anak TI? Anak-anak IF silakan kuasai pemrograman, database, pembangunan sistem informasi, dan sebagainya – sampai sejago-jagonya; anak-anak elektro silakan kuasai sistem komunikasi, sistem digital, dan sebagainya – sampai sejago-jagonya; aku yang akan mengarahkan dan mengelola kalian semua dalam menyalurkan skill dan kompetensi kalian semua, maka tidak bisa lain, konsekuensi logisnya: kalian pekerjaku, dan aku bos kalian semua. Begitulah adanya.

Bagaimanapun prestasiku tak terbendung lagi tentang Adelia.”

Prestasi? Prestasi dari Hongkong?! Orang sudah merasa hebat dan berprestasi hanya karena bisa mengundang sang bintang, atau hanya karena mendapat orderan dari sang bintang, atau cuma karena mendapat telepon dari sang bintang, atau bahkan cuma karena mendapat tanda tangan dari sang bintang. Padahal menurutku, ketika kau memuja dan menghamba sang bintang, di mana prestasi sang bintang yang membuat kau memuja dan menghambanya, saat itu apapun yang kau lakukan sesungguhnya berpusat-pada dan bersumber-dari prestasi sang bintang. Dengan demikian, apapun yang berhasil kau lakukan dalam situasi itu, kau berhasil mencapainya semata-mata adalah dalam kerangka prestasi sang bintang, sehingga hanya prestasi sang bintang sendiri sajalah yang benar-benar bisa dianggap prestasi. Jadi dalam hal ini sesungguhnya kau tidak punya hak untuk merasa berprestasi sampai kau berbuat seperti yang diperbuat sang bintang dan mencapai seperti yang dicapai sang bintang.

“Apa sebenarnya yang nanti bisa diperbuat oleh sebuah situs pribadi Adelia Adequate itu, Teh?” tanyaku. Ini menarik bagiku. Selain wajah bidadari dan tubuh modelnya, segala tentang Adelia menarik bagiku.

“O banyak sekali, Sayang. Makhluk elektronik yang satu ini nantinya akan bisa menginformasikan berita terbaru, lirik lagu, jadwal tur, galeri foto, gambar, wallpaper, alamat dan biodata maupun biografi… semua hal tentang Adelia! Di sana akan ada juga fasilitas blog untuk menyampaikan kegiatan harian Adelia selain juga fitur-fitur lain semacam member area, guest book, news, vote, pooling… semuanya, selengkap-lengkapnya – jikalau bisa bahkan lebih lengkap dan lebih mewah daripada britneyzone.com. Yang tidak kalah penting, dengan situs pribadinya ini Adelia diharapkan dapat mempublikasikan informasi yang benar tentang gosip-gosip yang berkaitan dengan dirinya. Apalagi sekarang kita ketahui mulai bertiup desas-desus ngawur tentang kedekatannya dengan TN, seorang pengusaha SPBU yang bahkan sudah beristri dan beranak lima. Bukankah si TN itu dilihat dari segi usia lebih pantas menjadi bapak Adelia daripada menjadi kekasihnya? Dan bukankah Adelia sudah sangat serasi dan sangat hangat dengan Tengku Irwan, lawan mainnya dalam Cinta Tanpa Akhir? Rasanya ingin kusobek-sobek saja tabloid gosip murahan yang asal ngecap itu!”

Aku 150 persen setuju dengan kakak perempuanku tentang sobek-menyobek. Pernah kubaca berita di tabloid gosip itu yang mengindikasikan: Jika di dalam sinetron si Rara Mendut menolak cinta Wiraguna si tua-tua penguasa dan memilih menjalin asmara dengan Pranacitra yang muda dan tampan, maka dalam dunia nyata sebaliknya yang terjadi, si Rara Mendut ini justeru meninggalkan Tengku Pranacitra dan menjalin affair dengan Wiraguna-nya pom bensin, raja pom bensin dari Bogor berinisial TN…

Sesungguhnya kami belum lagi tahu benar-tidaknya gosip itu. Hanya karena itu melukai perasaan pemujaan dan penghambaan kami kepada sang bintang saja, kami cenderung mendustakannya.

“Oh ya, Ryan, bagaimana dengan bagianmu sendiri? Aku berbicara tentang persiapan-persiapan kalian untuk acara di sekolahmu minggu depan.” Kakak perempuanku mengalihkan pembicaraan.

“Lancar, setidaknya sejauh ini. Untuk mengiringi Adelia kami telah membentuk skuad terbaik yang merupakan all star dari sejumlah grup band ternama yang ada di 5: Andre dari The Gangsters di melodi, aku sendiri dari Bandung Jive di bass, Pengki dari Jurik Band di keyboard, dan Fuad dari The Gangsters juga di drum. Aku sudah membuat janji dengan Adelia untuk mengontaknya langsung pada ponsel pribadinya malam nanti pukul 7 guna memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.”

“Bagus kalau begitu. Artinya, kalian tahu kelas Adelia, dan ada usaha kalian untuk memberi pelayanan kepadanya sesuai dengan kelasnya. Tentang proyek pembuatan situs pribadi Adelia aku telah menetapkan visinya: membuat website yang tidak hanya handal secara sistem dan lengkap dalam fitur, tapi juga mengandung cita rasa keindahan yang tinggi agar ia tidak hanya menjadi mesin tangguh-tangguh tanpa perasaan, tapi juga harus sangat artisitik... karena... se-ga-la yang ber-hu-bu-ngan de-ngan ar-tis ha-rus-lah ar-tis-tik. (Kakak perempuanku mengatakan bagian ini dengan memenggal-menggal setiap suku kata untuk memberi penekanan akan prinsip hebatnya.)

NOT FOUND
NOT FOUND
NOT FOUND

* * *


0 komentar: