Ada dua buah kata dalam Sunda yang sampai sekarang membuat saya tidak juga habis pikir: aliran dan abdas.
1. Aliran
Gambaran tentang makna kata aliran dapat dilihat dari ilustrasi di bawah ini:
Seorang remaja laki-laki keluar dari rumahnya dan langsung memeriksa meteran listrik. Seorang ibu-ibu di rumah sebelah berkata kepada si remaja, “Lain ngejepret, Jang. Ieu mah emang nuju aliran dina sadaya Kiara Condong. Ua oge keur ningali Maria Mercedes bade dipaehan jeung Malvina, ee tipina malah pareum. (Bukan ngejepret, Jang. Ini sih memang aliran di seluruh Kiara Condong. Ua juga sedang nonton Maria Mercedes akan dibunuh oleh Malvina, ee tifinya malah mati.)”
Si remaja berjalan masuk kembali ke rumah sambil bersungut-sungut. “Aliran deui, aliran deui. PLN teh meuni teu ningal-ningal urang keur seuer tugas komputer. (Aliran lagi, aliran lagi. PLN tuh ga liat-liat aku lagi banyak tugas komputer.) ”
Selain bahwa kejadian di atas berseting di tahun 90-an di mana menonton telenovela bagi ibu-ibu adalah lebih wajib daripada memasak, kesimpulan yang bisa kita tarik dari ilustrasi di atas adalah bahwa makna kata aliran dalam Sunda mengacu kepada satu di antara dua tipe mati listrik yang bisa terjadi di rumah kita. Jika ngejepret adalah tipe mati listrik yang bersifat lokal di sebuah rumah akibat konsleting atau kelebihan beban di rumah yang bersangkutan yang mengakibatkan saklar di meteran ngejepret turun, maka aliran melanda secara global di sebuah wilayah tertentu akibat pemadaman bergilir oleh PLN atau bencana alam yang merusak infrastruktur jaringan listrik. Berbeda dengan aliran dalam Indonesia yang berkedudukan dan berperilaku sebagai kata benda, dalam Sunda aliran berperilaku sebagai kata kerja atau kata sifat. Dengan demikian Anda bisa menggunakan kata aliran misalnya dalam frase nuju aliran yang bermakna sedang mati listrik, atau dalam frase parantos teu aliran deui yang bermakna sudah tidak mati listrik lagi, dsb-dsb.
2. Abdas
Jika Indonesia memilih untuk menyerap saja kata wudhu dari Arab untuk mengacu kepada aktivitas mensucikan diri bagi seorang muslim sebelum menjalankan ibadah-ibadah suci tertentu, maka untuk mengacu kepada aktivitas yang sama orang Sunda lebih memilih untuk membuat kosa kata mereka sendiri: abdas. Akan sangat sering kita jumpai dari dalam sebuah rumah di daerah Sunda terdengar suara seorang ibu kepada anaknya dengan kalimat semacam ini: “Neng, geura ka cai atuh, abdas, tuluy netepan shalat maghrib. (Neng, cepatlah ke kamar mandi, wudhu, terus shalat maghrib.) ”
Itulah mereka dua kata dalam Sunda yang membuat saya diam-diam merenung. Merenung dan mereka-reka kira-kira bagaimana latar belakang berpikir orang Sunda ketika mempercayakan dan mewakilkan makna-makna yang saya ceritakan di atas kepada dua kata itu. Maka inilah dia hasil analisis reka-rekaan saya dalam permasalahan ini:
Sepertinya asal-usul kata aliran dan abdas dalam Sunda analog dengan asal-usul kata meriam dalam Indonesia. Tentang meriam, konon pada zaman penjajahan dulu para serdadu Potugis melakukan ritual doa dulu sebelum menembakkan peluru dari senjata berlaras-raksasa itu. Ritual doa itu di antaranya dinyatakan dengan bait yang berbunyi “Santa Maria -- Mae de Deus -- dst”. Maka dari potongan kalimat “… Maria—M..” itu jadilah orang Indonesia dipelopori oleh orang Banda (mungkin setelah melalui proses penyesuaian dan penyamanan yang panjang) menyebut senjata itu sebagai meriam.
Dengan logika aneh yang sama, tampaknya orang Sunda telah memasukkan kata aliran ke dalam kosa kata mereka setelah mendengar para petugas perbaikan dari PLN ketika tengah memperbaiki penyebab matinya listrik banyak menyebut kata aliran dalam Indonesia. Para petugas itu misalnya mengatakan, “Lihat, Sep, pohon yang tumbang akibat badai ini telah memutuskan kabel sehingga aliran listrik terputus,” atau kalimat-kalimat lain yang mengandung kata aliran dengan tingkat keseringan yang tinggi sehingga mengilhami orang Sunda untuk menyebut kejadian mati listrik yang membuat banyak keresahan itu sebagai aliran.
Begitupun sepertinya karena para penyebar agama Islam dulu banyak menyebut kata hadats — atau lebih mudahnya hadas — ketika menerangkan masalah wudhu, nenek moyang orang Sunda kemudian menamai aktivitas mensucikan diri itu dengan sebutan abdas, tentu saja setelah berbagai distorsi pendengaran dan pengucapan yang pada suatu titik telah mengubah ha pada hadas menjadi ab. Masalahnya, jika memang benar demikian asal-usul kata abdas di Sunda yang notabene mengacu kepada aktivitas mensucikan diri, maka sungguh dalam kasus ini telah terjadi kerancuan logika berpikir yang fatal jika mengingat bahwa hadats sesungguhnya justeru bermakna kotoran yang kontradiktif dengan konsep mensucikan diri itu sendiri. Akan tetapi jika asal-usul tersebut ternyata tidak benar alias keliru, yeah maklumlah, namanya juga cuma reka-rekaan saya sendiri. He-he..
Semoga artikel ini bermanfaat. Bagi Anda yang non-Sunda, dengan ini paling tidak kosa kata Sunda Anda bertambah dengan dua kata aneh itu.